I. BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makin dekatnya Pemilihan Umum Presiden dan para anggota Legeselatif pada
tahun 2014 (PEMILU 2014)
menjadikan tahun 2013 bisa dikataka
Add caption
n sebagai tahun Perpolitikan. setelah
ditetapkannya 11 PARPOL oleh KPU menjadi peserta Pemilu, menjadikan Suhu
perpolitikan yang semakin panas.
pasalnya meski KPU belum menetapkan waktu buat kampaye para partai
Politikpun sudah mulai membuat setrategi kampanye terselubung di berbagai
daerah maupun elemen, baik di Media masa seperti Iklan di Televisi, Koran atau
pamfled-pamflet bendera partai atau tokoh yang sudah menjamur dimana-mana.
Begitu pula
situasi yang terjadi pada pesta demokrasi yang baru-baru ini telah
terselenggara di Jawa tengah. Setelah menelisik Hasil Perhitungan
cepat atau quick count dari sejumlah lembaga survei pada Pilgub Jateng, Minggu
(26/5/2013), meski telah menetapkan Ganjar sebagai pemenang lembaga survai juga
mencatat angka Golput cukup tinggi yakni 49 persen. Hal ini
menunjukan bahwa angka golput di Jawa Tengah sangatlah tinggi, pemerintah
seharusnya harus bertindak cepat dalam mengatasi fakta Problematika masyarakat
dalam mengembalikan kepercanyaan masyarakat terhadap sistem
Demokrasi untuk memilih para wakil rakyat di
pejabat pemerintahan.
Berdasarkan
analisis tersebut, bisa dimungkinkan terjadi konflik. Dalam politik, carier
planning tidak jelas bila dibandingkan jabatan publik lainnya, sehingga
dimungkinkan terjadi manuver-manuver politik. Bila di bidang hukum, saksi mata
menjadi kunci. Namun di politik tidak demikian, yang menjadi kunci justru
pembisik. Sehingga untuk mengantisipasi terjadinya konflik, perlu dibangun
komunikasi
Maka Urgensitas pendidikian politik
perlu di wacanakan untuk menjadi solusi problem golput, terutama untuk para pemilih
pemula yang dalam peraturan Undang-undang setiap warga Negara yang menginjak
usia 17 tahun keatas wajib ikut
serta dalam peyelenggaraan negara, yang tepatnya kebayakan masih
menjadi siswa SMA sederajat. Maka Perlu adanya pendidikan dasar mengenai poltik pada siswa SMA, mulai dari
pemberian pengertian tentang pentingnya penyaluran aspirasi mereka yang dapat
menentukan kepemimpinan kedepan, hingga member pengertian tentang cara efektif
untuk menilai Tokoh yang tepat.
Tujuan
Adapun
tujuan gagasan ini adalah urgensi akan sebuah solusi kongkrit kehawatiran
bayaknya suara masyarkat yang Golput dalam mengahadapi Pemilu 2014. maka melalui
sebuah proses pendidikan politik yang di perkenalkan sejak dari bangku sekolah
dapat menjadi solusi efektif menekan angka golput, terutama pada siswa SMA
sederajat. pasalnya pada siswa SMA merupakan Subjek pemilih pemula dalam sistem
perpolitikan.
Manfaat
Urgensi
pendidikan politik sejak bangku Sekolah merupakan salah satu Kegiatan yang
bermanfaat dapat memberikan bukti kongkrit terhadap penanggulangan masyarakat
yang Golput. bisa dianalogikakan dengan adanya
pendidikan politik, masyarakat dapat selektif dalam memilih seorang pemimpin
yang tepat. fakta membuktikan masyarakat sekarang mulai tidak percaya pada
situasi dinamika politik sekarang, mulai dari bayaknya pejabat yang korupsi,
membuat kebijakan yang tidak Pro terhadap rakyat, masih tingginya utang negara
dan masih bayak lagi.
dengan adanya
pendidikan politik dengan didukung SDM yang baik dari masyarakat tentang pengetahuan
pentingnya suara mereka dalam Pemilu-Pemilu yang di selenggarakan pemerintah,
melalui mata pelajaran pendidikan politik yang di perkenalkan sejak bangku
sekolah. pasti pendidikan politik mempunyai progres cemerlang hingga dapat
meminimalisir angka Golput pada Pemilu 2014 maupun perjalanan Demokrasi kedepan.
Konsep Para Ilmuan
Dalam Pemilu 1999, 2004 dan 2009, masyarakat
golput atau apolitik tak dikhawatirkan keberadaannya karena suasana euforia
reformasi politik masih tinggi. Namun dalam Pemilu 2014 nanti, kedua kelompok
tadi relevan dicermati. Karena, seperti diharapkan bersama, Pemilu 2014
bukanlah sembarang pemilu, melainkan pemilu yang dijanjikan terlaksana
demokratis, jujur, adil dan dalam nuansa reformasi lanjutan. Banyak kalangan
percaya, sukses tidaknya Pemilu 2014 adalah tolok ukur dan bagian tak
terpisahkan dari kesuksesan usaha bangsa Indonesia keluar dari krisis
multidimensi. ujar Hendrizal (2013) dalam artikelnya.
Menelisik pasal-pasal pada UUD
yang membahas tentang ancaman bagi masyarakat yang melakukan Golput, Hananto (2002)
dalam jurnalnya menulis “akhir-akhir ini masalah Golput ramai dibicarakan te
rutama oleh akademisi dan politisi, hal ini sehubungan dengan RUU pemilu yang
sedang di bahas di DPR memasuki pasal 142: “barang siapa dengan sengaja
mengacaukan, menghalang-halangi atau mengganggu jalannya pemilu yang sedang di
selenggarakan menurut undang-undang di ancam pidana paling lama lima tahun”,
hal ini mengisyaratkan bahwa orang yang mengajak untuk golput bisa di
kategorikan menghalang-halangi sehingga dikenai sanksi menurut pasal tersebut”.
Perbedaan makna antara political socialization dengan political
education sebagaimana dikemukakan di atas memiliki implikasi pengembangan
kurikulum dan disain pembelajaran, letak perbedaanya adalah bahwa mahasiswa
yang mempelajari sosialisasi politik memiliki perhatian utama berkaitan dengan
persoalan pemeliharaan sistem politik, terkait dengan pewarisan orthodoxy politik,
mereka mempertanyakan bagaimana individu-individu belajar untuk mendukung
status quo sosial politik, sebagaimana terbaca dalam norma-norma politik dan kehadiran
peran politik permanen. Pendidikan politik (political education)
memiliki perhatian yang lebih luas. Pendidikan politik tidak hanya membatasi
idinvidu untuk belajar mendukung tatatan politik yang berlaku, tetapi juga
meminta individu untuk belajar menciptakan dan merubah tatatan politik. “They
should ask not merely how individuals learn to confrom so that political orders
endure; but they also should ask how individuals learn to create and to change
political orders” (Renshon, 1997:193).
menurut JJ Patrick (1989), setidaknya
terdapat 4 dimensi sasaran pendidikan politik dimaksud. Pertama, pengetahuan politik. Ini mengacu pada konsep, informasi dan
pertimbangan faktual mengenai sistem pemerintahan dan politik. Jadi bukan
mengarahkan rakyat agar memilih parpol tertentu.
Kedua, keterampilan intelektual terkait
kepiawaian menjelaskan, menggambarkan dan menginterpretasi atau menilai
fenomena politik. Ini agar rakyat dapat berpikir independen sebagai modal hidup
menjadi warga negara. Bukan mengajari fanatisme secara membabi buta terhadap
satu kekuatan politik.
Ketiga, keterampilan partisipasi politik yang
diharapkan membekali rakyat dengan kemampuan memaksimalkan interaksi dengan
orang lain, memelihara sikap kebersamaan dalam kelompok, bekerja sama dengan
orang lain, melakukan negosiasi dan bargaining dalam menyusun
keputusan politik.
Keempat, sikap politik. Ini terkait aspek
internal rakyat yang diharapkan mempengaruhi pilihan tindakannya terhadap
tujuan, orang atau peristiwa. Sasarannya ialah perasaan menerima-menolak atau
mendekat-menghindar yang terkait dengan usaha mempromosikan interes dalam
politik, penghargaan terhadap perbedaan visi (pendapat), rasa keakraban dan
kepercayaan kepada pemerintah yang sah, serta semangat nasionalisme dan
patriotisme.
Bagi masyarakat yang secara politis sudah
menjadi pemilih tradisional dengan indikator keanggotaannya dalam parpol,
pendidikan politik tetap penting sekalipun mungkin menjadi nomor dua sesudah
kampanye atau pemantapan kader. Partisipasi politik mereka tak layak diragukan
karena interes politiknya telah terbangun.
Kartini
Kartono (1990:vii) memberikan pendapatnya tentang hubungan antara pendidikan
dengan politik yaitu "pendidikan dilihat sebagai faktor politik dan
kekuatan politik. Sebabnya, pendidikan dan sekolah
pada hakekatnya juga merupakan pencerminan dari kekuatan-kekuatan
sosial-politik yang tengah berkuasa, dan merupakan refleksi dari orde penguasa
yang ada".
Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa pendidikan dan
politik adalah dua unsur yang saling mempengaruhi. Pengembangan
sistem pendidikan harus selalu berada dalam kerangka sistem politik yang sedang
dijalankan oleh pemerintahan masa itu. Oleh karena itu segala permasalahan
yang terjadi di dunia pendidikan akan berubah menjadi permasalahan politik pada
saat pemerintah dilibatkan untuk memecahkannya.
Pengertian
dari pendidikan politik yang lebih spesifik dapat diambil dari pendapatnya
Alfian (1981:235) yang mengatakan bahwa: "pendidikan
politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses
sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka rnemahami dan menghayati betul
nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik yang ideal yang hendak
dibangun".
Dari
dua definisi yang tertera di atas, dapat kita ambil dua tujuan utama yang
dimiliki oleh pendidikan politik. Pertama, dengan adanya pendidikan politik
diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang
terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan. Kedua, bahwa dengan
adanya pendidikan politik setiap individu tidak hanya sekedar tahu saja tapi
juga lebih jauh dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran
politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik
Rusadi
Kartaprawira (1988:54) mengartikan pendidikan politik sebagai "upaya untuk
meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi
secara maksimal dalam sistem politiknya."
Berdasarkan
pendapat Rusadi Kartaprawira tersebut, maka pendidikan politik perlu
dilaksanakan secara berkesinambungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan
pemahamannya terhadap dunia politik yang selalu mengalami perkembangan.
Pembelajaran pendidikan politik yang berkesinambungan diperlukan mengingat
masalah-masalah di bidang politik sangat kompleks, bersegi banyak, dan
berubah-ubah.
Merujuk
pada semua pengertian pendidikan politik yang disampaikan oleh beberapa ahli di
atas, pada akhirnya telah membawa penulis sampai pada kesimpulan yang
menyeluruh. Bahwa yang dimaksud dengan pendidikan politik adalah suatu upaya
sadar yang dilakukan antara pemerintah dan para anugota masyarakat secara
terencana, sistematis, dan dialogis dalam rangka untuk mempelajari dan
menurunkan berbagai konsep, simbol, hal-hal dan norma-norma politik dari satu
generasi ke generasi selanjutnya.
Tapi bagi massa mengambang, urgensi
pendidikan politik menemukan relevansinya. Massa mengambang inilah yang harus
menjadi fokus voter education, sebab di samping kelompok apolitik dan
golput berada di sana, kelompok ini juga paling rentan terhadap praktik money
politics. kendati terkesan terlambat, voter education tetap
urgen dilaksanakan. Ini setidaknya agar para calon pemilih tidak akan berubah
menjadi golput di bilik suara saat pencoblosan dalam Pemilu 2014 nanti.
III.
Metode Penulisan.
Analisis
Situasi Dinamika politik sekarang
Kalau bilang masalah Politik sekarang masyarakat menghukumi sebagai suatu kegiatan
yang kotor, penuh intrik, dan dinaggap sebagai lembah hitam. Suatu kondisi di
anggap sangat parah kejahatannya mulai dari literature agama maupun hakikat
dasar Negara “Pancasila”. memang suatu barang yang tidak tabu lagi tentang
oknum politik yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Seperti
kebijakan Pemerintah yang baru-baru ini telah di
putuskan untuk menaikan Harga BBM yang semakin menyengsarakan Rakyat kecil.
seperti artikel yang dikemukakan Kusno (2013), meski pemerintah mengklaim, kenaikan harga BBM akan menguntungkan
rakyat. Sayangnya, pemerintah tidak bisa menjelaskan argumentasi itu lebih
jauh. Pada kenyatannya, kenaikan harga BBM justru akan menyengsarakan rakyat.
- Kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga barang, termasuk kebutuhan pokok. Selanjut, kenaikan harga barang ini akan memicu kenaikan biaya hidup lainnya, seperti sewa kontrakan.
- Kenaikan harga BBM akan mendorong kenaikan tarif angkutan umum dan alat transportasi lainnya. Akibatnya, pengeluaran rakyat untuk urusan transportasi akan meningkat, seperti ongkos bepergian, transportasi berangkat ke tempat kerja, dan ongkos transportasi anak bersekolah.
- Kenaikan harga BBM akan membebani industri berupa kenaikan biaya produksi. Tentu saja, untuk mengimbanginya, pengusaha akan melakukan efisiensi. Pilihannya: mereka akan memangkas kesejahteraan buruh atau mengurangi jumlah pekerja. Dengan demikian, kenaikan harga BBM akan memicu penurunan kesejahteraan dan gelombang PHK.
- Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang jumlahnya mencapai 99,9% dari keseluruhan pelaku usaha di Indonesia, akan terkena dampak kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM jelas membuat biaya produksi UMKM yang menggunakan BBM akan meningkat. Selain itu, biaya transportasi dan distribusi barang juga akan meningkat.
Sehingga bayak masyarakat
yang hanya menilai pemerintah Gejala carut-marutnya Pemilu,
Pemilukada, Pilpres, terlihat dari kasus pemalsuan surat MK 2009. Sepertinya
negara gagal menciptakan sistem yang sensitif dan mencegah politisasi pemilu
dan Pilkada. Tanda Pemilu, Pemilukada, Pilpres seakan tak kunjung datang. Malah
sebaliknya, proses demokrasi seperti sekarang ini menjadi momok dan menghantui.
Hasilnya bukan lagi suara hati, tapi hanya suara terbanyak.
Praktik “mani
politik” dengan kenikmatan sesaat itu kemudian bekerja sama meligitimasi kalau
hal itu bukan lagi pelanggaran, bahkan dianggap sebagai dinamika politik. Jika
melihat fakta Pemilu, Pemilukada, Pilpres, sejak reformasi, kejahatan bersama
sudah seperti kabut pekat, hitam tak bercahaya harapan lagi. Tak ada lagi
freedom sebagai substansi demokrasi. “Siapa yang bisa menyemburkan “mani”nya
dengan tepat dan banyak dialah “pejantan.”
Publik pun
kini sadar ketika “semburan mani politik” dan kenikmatan sesaat itu berlalu,
perseteruan di wilayah elit hanya kemasan dengan bingkai membela rakyat. Partai
dan elitnya semakin menjauh. Debat politik dalam siaran media, seakan hanya
sandiwara dengan diakhiri babak transaksi kepentingan. Itu masih layak
disyukuri, masyarakat masih terhibur dengan tontonan menegangkan. Jauh lebih
fatal, mereka yang hanya tertidur, hadir untuk tanda tangan, mengundurkan diri
seenaknya, jalan-jalan dengan bahasa studi banding, dan tak malu menyandang
gelar “wakil rakyat.” Kebanyakan publik hanya bisa menunggu, kapan “mani” itu
menyembur lagi, dan mendapat guyuran.
Bentuk Pendidikan Politik
Keberhasilan pendidikan politik tidak akan dapat
tercapai jika tidak dibarengi dengan usaha yang nyata di lapangan.
Penyelenggaraan pendidikan politik akan erat kaitannya dengan bentuk pendidikan
politik yang akan diterapkan di masyarakat nantinya. Oleh karena itu, bentuk
pendidikan politik yang dipilih dapat menentukan keberhasilan dari adanya
penyelenggaraan pendidikan politik ini.
Bentuk pendidikan politik menurut Rusadi
Kartaprawira (2004:56) dapat diselenggarakan antara lain melalui:
1. bahan bacaan seperti surat kabar, majalah,
dan lain-lain bentuk publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum.
2. siaran radio dan televisi serta film
(audio visual media).
3. lembaga atau asosiasi dalam masyarakat
seperti masjid atau gereja tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga
pendidikan formal ataupun iniformal.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita lihat
bahwa pendidikan politik dapat diberikan melalui verbagin jalur. Pemberian
pendidikan politik tidak hanya dibatasi oleh lembaga seperti persekolahan atau
organisasi saja, namun dapat diberikan melalui media, misalnya media cetak
dalam bentuk artikel.
Apapun bentuk pendidikan politik yang akan
digunakan dan semua bentuk yang disuguhkan di atas sesungghnya tidak menjadi
persoalan. Aspek yang terpenting adalah bahwa bentuk pendidikan politik
tersebut mampu untuk memobilisasi simbol-simbol nasional sehingga pendidikan
politik mampu menuju pada arah yang tepat yaitu meningkatkan daya pikir dan
daya tanggap rakyat terhadap masalah politik. Selain itu, bentuk pendidikan
politik yang dipilih harus mampu meningkatkan rasa keterikatan diri (senseof
belonging) yang tinggi terhadap tanah air, bangsa dan negara.
Apabila diasosiasikan dengan bentuk politik yang
tertera di atas, maka menurut penulis yang menjadi tolak ukur utama
keberhasilan pendidikan politik terletak pada penyelengaraan bentuk pendidikan
politik yang terakhir yaitu melalui jalur lembaga atau asosiasi dalam
masyarakat. Dalam hal ini penulis sangat sependapat bila pendidikan politik
lebih ditekankan melalui jalur pendidikan formal. Pendidikan politik formal
yaitu pendidikan pulitik yang diselenggrakan melalui lembaga resmi (sekolah).
Pokok-Pokok Materi Pendidikan Politik
Pokok-pokok materi pendidikan politik sepenuhnya
tertuang sebagai muatan yang terkandung dalam kurikulum pendidikan politik.
Kurikulum pendidikan politik adalah jarak yang harus ditempuh oleh seorang
siswa dalam mencapai target yaitu melek politik yang ditandai dengan menguatnya
daya nalar terhadap berbagai aktifitas politik dalam infrastruktur maupun
suprastruktur politik
Berdasarkan pendapat Robert
Brownhill di atas, jelas terlihat bahwa dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan politik, seorang guru harus pula memasukan mata pelajaran lain yang
sekiranya ada hubungannya dengan pendidikan politik seperti di atas disebutkan
yaitu mata pelajaran sejarah dan ekonomi dalam artian bahwa mata pelajaran lain
tersebut bersifat sebagai pelengkap (komplementer) terhadap pendidikan politik.
Kurikulum pendidikan politik yang
dicanangkan oleh Robert Brownhill di atas telah cukup lengkap. Seperti kita
lihat, Brownhill tidak hanya memasukkan unsur materi politik namun juga
terdapat unsur etika, ketaatan pada hukum dan kekuasaan, pemahaman terhadap
jalannya pemerintahan dan pembuatan kebijakan, serta masalah ekonomi dan
sejarah.
Hal-hal yang mengenai kurikulum
pendidikan politik diatur dalam Instruksi Presiden No. 12 Tahun ]1982 tentang
Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyebutkan bahwa bahan pendidikan
politik antara lain:
a. penanaman kesadaran berideologi,
berbangsa, dan bernegara
b. kehidupan dan kerukunan hidup beragama
c. motivasi berprestasi
d. pengamalan kesamaan hak dan kewajiban,
keadilan sosial, dan penghormatan atas harkat dan martabat manusia
e. pengembangan kemampuan politik dan
kemampuan pribadi untuk mewujudkan kebutuhan dan keinginan ikut serta dalam
politik
f.
disiplin
pribadi, sosial, dan nasional
g.
kepercayaan
pada pcmcrintah
h. kepercayaan pada pembangunan yang
berkesinambungan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita lihat
bahwa terdapat satu materi yang membedakan kurikulum pendidikan politik menurut
Brownhill dengan bahan kurikulum pendidikan politik di Indonesia. Dalam
kurikulum pendidikan politik di Indonesia, telah memasukkan unsur materi agama
yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia dalam bahan pendidikan politik.
Bahan pendidikan politik di Indonesia harus
bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan berbagai makna yang
dipetik dari perjuangan bangsa Indonesia. Semua bahan ajar pendidikan politik
tersebut patut untuk di jadikan
mata pelajaran tersendiri agar asas keberhasilan lebih mengena pada siswa.
IV.
BAB 4 Pembahasan
Perkembangan Pendidikan
Politik di Dunia Islam
Keterkaitan yang lebih jelas antara
pendidikan dan politik dapat kita lihat di dunia Islam. Sejarah peradaban Islam
banyak ditandai oleh kesungguhan ulama dan umara dalam memperhatikan persoalan
pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh M. Sirozi
(2005:3) bahwa "perkembangan kegiatan-kegiatan kependidikan banyak
dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan dukungan
institusi-institusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan kekuasaan
mereka.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
terlihat bahwa institusi politik pada waktu itu turut mewarnai corak pendidikan
yang berkembang. Keterlibatan penguasa dalam kegiatan pendidikan tidak hanya
sebatas dukungan moril saja, namun juga dalam bidang administrasi, keuangan,
dan kurikulum.
Masjid-masjid dan madrasah yang pada
waktu itu sering dijadikan tempat belajar ilmu Islam tidak luput dari pengaruh
institusi politik. Peranan yang dimainkan oleh masjid-masjid dan madrasah
dijadikan fondasi untuk mendukung kokohnya kekuasaan politik para penguasa.
Kedudukan politik
di dalarn Islam sama pentingnya dengan pendidikan. Tanpa otoritas politik,
syariat Islam sangat sulit bahkan mustahil untuk bisa ditegakkan. Kekuasaan
adalah sarana untuk mempertahankan syiar Islam. Di lain pihak, pendidikan
bergerak dalam usaha untuk menyadarkan umat untuk menjalankan syariat. Umat
tidak akan mengerti tentang syariat bila tanpa pendidikan. Bila politik
(kekuasaan) berfungsi mengayomi dari atas, maka pendidikan melakukan pembenahan
lewat arus bawah.
Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan adalah sarana dakwah. Pendidikan
sering dijadikan media dan wadah untuk menanamkan ideolodi negara atau tulang
yang menopang kerangka politik. Pendidikan Islam tidak hanya berjasa
menghasilkan para pejuang yang militan dalam memperluas peta kekuasaan namun
juga para ulama yang berhasil membangun tatanan masyarakat yang sadar hukum dan
taat pada pemerintah.
Perkembangan
Pendidikan Politik di Indonesia
Di Indonesia,
kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik sudah mulai herkembang
dalam wacana publik. Walaupun belum menjadi satu bidang kajian
akademik. Publikasi berbagai seminar ataupun diskusi yang mengangkat tema
tentang pendidikan dan politik masih kurang terdengar. Andaipun ada, fokus
bahasannya belum begitu menyentuh aspek-aspek substantif hubungan politik dan
pendidikan, hanya masih di seputar aspek-aspek ideologis politik pendidikan.
Walaupun demikian, keyakinan akan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara
politik dan pendidikan sudah mulai terbentuk.
Mochtar Buchori (M. Shirozi, 2005:30)
mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang mendukung mulai
berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap
hubungan antara pendidikan dan politik yaitu:
Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang erat antara
pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran
penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya
kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan
politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima,
pentingnya pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Penjelasan Muchtar
Buchori di atas menggambarkan suatu keyakinan terhadap hubungan erat antara
pendidikan dan politik. Terdapat keyakinan yang sangat kuat bahwa melalui
pendidikan dapat menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas.
Paparan penjelasan di atas, pada
akhirnya dapat menimbulkan satu pertanyaan mengenai hubungan pendidikan dengan
politik. Akankah politik harus memasuki wilayah pendidikan untuk menjalankan
fungsi dan tujuannya dan juga sebaliknya? Melalui pendidikan seorang siswa akan
paham secara tidak langsung mengenai seluk beluk politik. Begitu pula sebaliknya, bahwa dunia
politik adalah salah satu sarana untuk rnengaplikasikan berbagai ilmu yang
telah didapat siswa melalui dunia pendidikan. Para siswa tidak dapat acuh tak
acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di luar dunia sekolahnya.
Sekiranya penjelasan di atas dapat menggambarkan bahwa
terdapat hubungan yang erat dan tak dapat dipisahkan antara pendidikan dan
politik. Kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang saling
memengaruhi dan saling membutuhkan satu sama lain. Untuk lebih jelas memahami kaitan antara pendidikan politik di jalur
persekolahan, akan dipaparkan secara lebih lanjut mengenai konsep pendidikan
politik dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam bahasan selanjutnya
Potensi Pemilih Pemula.
Menurut data BPS 2010, kelompok umur berusia
10-14 tahun 22.677.490 dan kelompok umur berusia 15-19 tahun 20.871.086. Jika
diasumsikan kelompok umur 10-14 tahun separuh berusia 17 dan kelompok umur 15
-19 tahun semuanya menjadi pemilih, maka ada 32 juta jutaan potensi suara
pemilih pemula pada Pemilu 2014. Dan suara potensial ini sangat signifikan guna
memenangkan perhelatan pemilihan umum mendatang.
Pemilih pemula mayoritas memiliki rentang
usia 17-21 tahun, kecuali karena telah menikah. Dan mayoritas pemilih pemula
adalah pelajar (SMA), mahasiswa dan perkerja muda. Pemilih pemula merupakan
pemilih yang sangat potensial dalam perolehan suara pada Pemilu. Suara
potensial tersebut setidaknya bisa dilacak dari data dalam dua pemilu terakhir
yakni pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.
Pada Pemilu 2004, ada 50.054.460 juta pemilih
pemula dari jumlah 147.219 juta jiwa pemilih dalam pemilu. Jumlah itu mencapai
34 persen dari keseluruhan pemilih dalam pemilu. Jumlah tersebut lebih besar
dari pada jumlah perolehan suara partai politik terbesar pada waktu itu, yaitu
Partai Golkar yang memperoleh suara 24.461.104 (21,62 persen) dari suara sah.
Sementara pada Pemilu 2009 lalu, potensi suara pemilih pemula tetap signifikan.
Besarnya pemilih pemula diperkirakan mencapai
19 persen atau 36 jutaan dari 189 juta penduduk yang memiliki hak pilih.
Potensi suara pemilih pemula tersebut tetap lebih besar dibandingkan perolehan
suara partai politik terbesar saat itu, yakni Partai Demokrat yang memperoleh
21.655.295 suara. Perolehan suara Partai Demokrat tersebut, jika dihitung
berdasarkan suara yang sah dalam pemilu besarnya mencapai 20,81 persen.
Landasan Hukum Pendidikan Politik
Pendidikan politik merupakan suatu
sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan hernegara yang dilaksanakan
secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik, harus
berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia. Secara tidak
langsung pendidikan politik merupakan bagian integral dari keseluruhan
pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah
mendasari kehidupan bangsa Indonesia.
Berdasarkan Inpres No. 12 tahun 1982
tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda (1982:13), maka yang menjadi
landasan hukum pendidikan politik adalah sebagai berikut:
Landasan pendidikan politik di
Indonesia terdiri dari:
a.
landasan ideologis, yaitu Pancasila
b.
landasan konstitusi, yaitu UUD 1945
c.
landasan operasional, yaitu GBHN
d.
landasan historis, yaitu Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Auustus 1945".
Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999
berbunyi:
"Barang siapa pada waktu
diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau
janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk
memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana
dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga
kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat
sesuatu."
Landasan yang tersebut di atas
merupakan landasan pokok pendidikan politik yang disertai landasan kesejarahan dan sebagai upaya peminimalisir
angka Golput. Hal ini penting karena warga negara terutama siswa
harus mengetahui sejarah perjuangan bangsa agar memiliki jiwa, semangat, dan
nilai-nilai kejuangan 1945.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
DPR, DPD dan DPRD Nomor 18 mendefinisikan pemilih adalah Warga Negara Indonesia
yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah atau
pernah kawin. Dari sekian banyak potensi pemilih yang beraneka ragam pada
Pemilu 2014, tak ada satupun partai politik peserta pemilu sampai saat ini yang
secara khusus melirik keberadaan pemilih pemula padahal suaranya sangat
potensial.
Literasi Politik
Pengetahuan politik pemilih pemula sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan kelompok pemilih lainnya. Perilaku pemilih masih erat dengan
faktor sosiologis dan psikologis dalam menjatuhkan pilihan politiknya jika
ditinjau dari studi voting behaviors.
Namun yang membedakan pemilih pemula dan kelompok lainnya
adalah soal pengalaman politik dalam menghadapi pemilu. Preferensi yang
dijadikan sandaran dalam melakukan pemilihan cenderung tidak stabil atau mudah
berubah-rubah sesuai dengan informasi atau preferensi yang melingkarinya.
Faktor yang sangat penting adalah bagaimana pemilih pemula
tak menjatuhkan pilihan politiknya karena faktor popularitas belaka.
Kecenderungan pemilih pemula akan menaruh simpati kepada kandidat atau caleg
dari kalangan selebriti dibandingkan dengan kandidat/caleg non selebriti.
Oleh karena itu, segenap komponen atau orang yang memiliki
otoritas wajib meliterasi (politik) pemilih pemula supaya menjadi pemilih yang
kritis dan rasional (critical and rational voters). Artinya dalam
menjatuhkan pilihannya bukan karena faktor popularitas, kesamaan etnis dan
kedekatan emosional, namun karena faktor rekam jejak, visi misi, kredibilitas
dan pengalaman birokrasi. Upaya tersebut adalah bagian dari political
empowerment bagi warga negara terutama perilaku pemilih pemula dan karena
melihat potensi suara pemilih pemula yang signifikan pada Pemilu 2014.
Hal itu penting karena pemilih pemula adalah pemilih yang
ikut andil menentukan pemimpin negeri ini tidak hanya pada Pemilu 2014 namun
juga pemilu-pemilu selanjutnya. Perilaku pemilih pemula menjadi indikator
kualitas demokrasi secara substansial pada saat ini dan masa akan datang.
Karena kondisinya masih labil dan mudah diberikan wawasan politik dan demokrasi
secara benar baik dari suprastruktur politik maupun infrastruktur politik. Maka
pemilih pemula masih terbuka menjadi pemilih yang cerdas dan kritis dalam
menentukan pemimpin di Indonesia
Urgensi Pendidikan Politik
Pendidikan politik dapat dikatakan sebagai media
penyampaian konsep politik yang memiliki tujuan akhir untuk membuat warga
negara menjadi lebih melek politik. Warga negara yang melek politik adalah
warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban sehingga dapat ikut serta dalam
kehidupan berbangsa dan hernegara dalam setiap proses pembangunan. Pendidikan
politik diperlukan keberadaannya terutama untuk mendidik generasi muda saat ini
yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa.
Eksistensi pendidikan politik di sini adalah sebagai
tongkat estafet kepada generasi selanjutnya dalam dalam memahami konsep-konsep
politik kenegaraan. Fungsi pendidikan politik yang paling periling adalah
sebagai penyaring (filter) terhadap berbagai pemikiran baru, ideologi
baru. dan berbagai ancaman, tantangan, hambatan. serta gangguan baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri.
Pemerintah telah menyadari bahwa generasi muda saat ini
tengah hidup di dalam era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan
kompetisi antar individu. Kebebasan menjadi satu bagian yang penting dalam era
ini. Sadar akan hal tersebut, pemerintah mencoba untuk membangun tameng yang
dapat melindungi generasi muda saat ini dari pelunturan dan penghilangan jati
diri bangsa. Kekhawatiran pemerintah ini tercermin dalan Inpres No. 12 Tahun
1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang di dalamnya menyebutkan
bahwa:
Kaum muda dalam perkembangannya berada dalam proses
pembangunan dan modernisasi dengan segala akibat sampingannya yang bisa
mempengaruhi proses pendewasaanya sehingga apabila tidak memperoleh arah yang
jelas maka corak dan warna masa depan negara dan bangsa akan menjadi lain
daripada yang dicita-citakan.
Perkembangan zaman yang terasa sangat cepat jika tidak
dibarengi dengan wawasan berpikir yang luas hanya akan membawa generasi muda
bangsa ini ke dalam kehidupan yang lepas kendali. Oleh karena itu, pendidikan
politik diperlukan sebagai.filter terhadap segala pengaruh buruk
yang mungkin datang.
Jadi, pada kesimpulannya dengan memacu
dari data BPS duara pemilih pemula yang berusia 17-21 adalah 32 juta, maka
urgensi pendidikan politik
pada
mata pelajaran di SMA merupakan
salah satu upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam memberikan arah pada generasi
muda saat ini agar memiliki pemahaman yang jelas terhadap arah tujuan bangsa.
V.
BAB 5 Penutup
Makin
dekat
penyelenggaraan Pemilu 2014, suara-suara miring tentang golongan putih (golput)
makin santer terdengar. Di antara sikap yang mengarah ke golput itu adalah
banyaknya warga masyarakat yang tak peduli terhadap Pemilu 2014. maka perlu
adanya stategi pemerintah untuk menanggulangi propblematika tersebut, seperti
halnya solusi yang kami wacanakan adalah dengan pendidikan politik yang di
selenggarakan di bangku sekolah SMA sedrajat.
Eksistensi pendidikan politik di sini adalah sebagai
tongkat estafet kepada generasi selanjutnya dalam dalam memahami konsep-konsep
politik kenegaraan. Fungsi pendidikan politik yang paling periling adalah
sebagai penyaring (filter) terhadap berbagai pemikiran baru, ideologi
baru. dan berbagai ancaman, tantangan, hambatan. serta gangguan baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. serta bertujuan untuk Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang
erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran
penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara
pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang
lebih luas tentang politik. Kelima, pentingnya pendidikan
kewarganegaraan (civic education).
DAFTAR PUSTAKA
Harnanto
Untung Dwi.(2002), Golput dalam Etika Demokrasi Pancasila, Dosen Pancasila UPT
MKU Universitas Diponegoro
Mushlisin,(2013) http://mushlihin.com/2013/06/kritik-kritis/pemilu-pemilukada-pilpres-semburan-mani-politik-dan-kenikmatan-sesaat.php, diambil: 26 Juni 2013, 16:30.
Affandi, Idrus. (1996) Kepeloporan Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda dalam Pendidikan Politik. Disertasi Pasca Sarjana IKIP Bandung.
Tidak diterbitkan.
Kartono, Kartini. (1990) Wawasan Politik Mengenai
Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Penerbit CV Mandar Maju.
Kantaprawira, Rusadi.
(2004) Sistem Polilik Indonesia: Suatu Model
Pengantar Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Nasiwan,(2012)
Dilema Pendidikan Politik sebagai basis Trasformasi pada Gerakanama’ah
Tarbiyyah. mahasiswa FIS Universitas Negeri Yogyakarta.
Sirozi, Muhammad. (2005) Politik Pendidikan:
Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Politik Penyelenggaraan
Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kusno,
(2013), 45 Fakta Kebohongan Rezim SBY
Di Balik Kenaikan Harga BBM, http://www.berdikarionline.com/opini/20130501/45-fakta-kebohongan-sby-di-balik-kenaikan-harga-bbm.html#ixzz2TojupIh3
Hendrizal.
(2013), Golput dan Pendidikan Politik, Dosen Ilmu Politik PPKn FKIP Universitas
Bung Hatta, Padang Ekspres. Senin, 20/05/2013 11:30 WIB
Yenglis Elitefamz. (2013), Indonesia
Menanti Kebangkitan Kembali Generasi Muda, Kamis, 30 Mei 2013 09:15 wib
Rosit, Muhammad.(2013), Melirik Potensi Pemilih Pemula pada
Pemilu 2014, Dosen Public Relations Politik di Universitas Al Azhar Indonesia
(UAI), Posted: 10/04/2013 17:48
VII. DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ketua Kelompok
Nama :
Ulil Albab
NIM : 34201200106
Jurusan
/ Fakultas : Pend
Matematika / FKIP
Tempat,
Tanggal Lahir : Demak, 07 Januari
1993
Universitas : Universitas Islam
Sultan Agung Semarang
Alamat
/ HP : Karanganyar 03/02, Demak / 085640110670
Email : albababie@gmail.com
Tanda
tangan :
Ketua Pelaksana
Ulil Albab
NIM. 34201200106
Anggota
1
Nama :
Surya Chandra Kartika
NIM :
34201200111
Jurusan
/ Fakultas : Pend
Matematika / FKIP
Tempat,
Tanggal Lahir : Pati, 5 Agustus 1994
Universitas :
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Alamat
/ HP : Ds. Ronggo
06/08, Jaken, Pati /
085640348839
Email : chacha.tian@ymail.com
Tanda
tangan :
Anggota Pelaksana 1
Surya Chandra K.
NIM. 34201200111
Anggota
2
Nama : Ully Ulfa
NIM :
422110034
Jurusan
/ Fakultas : Pend
Matematika / FKIP
Tempat,
Tanggal Lahir : Demak, 05
Februari 1993
Universitas : Universitas Islam
Sultan Agung Semarang
Alamat
/ HP : Memawan
Merak 07/01, Dempet, Demak
Email :
fallyza@gmail.com
Tanda
tangan :
Anggota Pelaksana 2
Ully Ulfa
NIM. 422110034